1. Islam masuk ke
Afrika
Agama Islam masuk ke daratan Afrika pada masa Khalifah Umar bin Khattab,
waktu Amru bin Ash memohon kepada Khalifah untuk memperluas penyebaran Islam ke
Mesir lantaran dia melihat bahwa rakyat Mesir telah lama menderita akibat
ditindas oleh penguasa Romawi dibawah Raja Muqauqis. Sehingga mereka sangat
memerlukan uluran tangan untuk membebaskannya dari ketertindasan itu. Muqauqis
sesungguhnya tertarik hendak masuk Islam setelah menerima surat dari Rasulullah
SAW. Namun, karena lebih mencintai tahtanya maka sebagai tanda simpatinya
beliau kirimkan hadiah kepada Rasulullah SAW.
Selain alasan diatas Amru bin Ash memandang bahwa Mesir dilihat dari
kacamata militer maupun perdagangan letaknya sangat strategis, tanahnya subur
karena terdapat sungai Nil sebagai sumber makanan. Maka dengan restu Khalifah
Umar bin Khattab dia membebaskan Mesir dari kekuasaan Romawi pada tahun 19 H
(640 M) hingga sekarang. Dia hanya membawa 400 orang pasukan karena sebagian
besar diantaranya tersebar di Persia dan Syria. Berkat siasat yang baik serta
dukungan masyarakat yang dibebaskannya maka ia berhasil memenangkan berbagai
peperangan. Mula-mula memasuki kota Al-Arisy dan dikota ini tidak ada
perlawanan, baru setelah memasuki Al-Farma yang merupakan pintu gerbang
memasuki Mesir mendapat perlawanan, oleh Amru bin Ash kota itu dikepung selama
1 bulan. Setelah Al-Farma jatuh, menyusul pula kota Bilbis, Tendonius, Ainu
Syam hingga benteng Babil (istana lilin) yang merupakan pusat pemerintahan
Muqauqis. Pada saat hendak menyerbu Babil yang dipertahankan mati-matian oleh
pasukan Muqauqis itu, datang bala bantuan 4.000 orang pasukan lagi dipimpin
empat panglima kenamaan, yaitu Zubair bin Awwam, Mekdad bin Aswad, Ubadah bin
Samit dan Mukhollad sehingga menambah kekuatan pasukan muslim yang merasa cukup
kesulitan untuk menyerbu karena benteng itu dikelilingi sungai. Akhirnya, pada
tahun 22 H (642 M) pasukan Muqauqis bersedia mengadakan perdamaian dengan Amru
bi Ash yang menandai berakhirnya kekuasaan Romawi di Mesir.
2. Perkembangan Islam
di Afrika
Pembahasan mengenai masuk dan berkembangnya Islam di Afrika mencakup
beberapa wilayah negara yaitu Mesir, Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko,
Mauritania, Nigeria, Mali, Pantai Gading, Sudan, Ethiopia, Kenya, Zambia dan
lain-laiannya. Namun yang akan dibahas kali ini hanya sebagiannya saja,
diantaranya ;.
a.
Mesir
Mesir adalah kawasan Afrika pertama yang menerima masuknya Islam di benua
ini, penduduknya lebih kurang 42 juta jiwa, dimana sekitar tigs jutanya
beragama Kristen selebihnya beragama Islam. Bahkan, di kota Iskandariyah hingga
kini masih terjaga segala macam kebesaran umat Nasrani Orthodox tanpa diganggu
keberadaannya oleh umat Islam. Di Mesir terdapat delapan universitas diantara
yang termashyur ke seluruh dunia ialah Al-Azhar di Kairo yang didirikan oleh
Bani Fathimiyah pada tahun 972 M. Disana banyak mahasiswa-mahasiswa yang
belajar dari seluruh dunia termasuk dari Indonesia yang kebanyakan mendapat
beasiswa untuk belajar ilmu agama maupun pendidikan umum seperti kedokteran,
tekhnik dan lain-lainnya.
Sementara itu, perluasan pengaruh Islam di kawasan Tunisia telah terjadi
sejak pemerintahan Khalifah Usman bin Affan tahun 23-35 H (644-656 M) oleh
Panglima Abdullah bin Sa’ad bin Abi Sarah dengan menghancurkan tentara Romawi
yang telah jatuh reputasinya. Sehingga pasukan Abdullah bin sa’ad dengan mudah
menguasainya. Sedang masuknya Islam ke Maghribil Aqsha atau Afrika Utara
sesudah berdirnya daulah Bani Umayah dibawah pimpinan Khalifah Walid bin Abdul
Malik, yang memberikan tugas tersebut kepada Panglima Musa bin Nushair yang
akhirnya ditunjuk sebagai gubernur wilayah itu.
b.
Libya
Negeri Mouamar Ghadafi ini merupakan kawasan terpanas di Timur Tengah,
dengan luas 1.795.540 km berpenduduk ± 3 juta jiwa terdiri dari bangsa Arab,
Barbar serta Palestina hampir seluruhnya beragama Islam. Rakyat hidup dari
sektor pertanian, dan setelah ditemukan sumur-sumur minyak berkualitas tinggi
sebagian penduduknya menjadi tenaga kerja dalam industri ini, selebihnya
mengandalkan tenaga-tenaga asing.
c.
Nigeria
Islam dianut oleh 50% dari total penduduk Nigeria, dan Islam mempunyai
sejarah yang panjang, dan hampir menguasai seluruh Nigeria pada abad ke-11 s/d
abad ke-19, sebelum kolonial Inggris menguasai Nigeria, khususnya Nigeria
Utara. Penyebaran Islam di Nigeria dibagi dalam tiga periode, yaitu periode
Trans Sahara dan Afrika Utara, periode Atlantik dan periode kemerdekaan.
Pada masa Trans Sahara dan Afrika Utara, bermula ketika Uqba ibn-Nafi’,
sebagaimana diceriterakan oleh Ibn Abdalhakam pada tahun 667 Masehi datang ke
Sahara Tengah, dan membuka rute perdagangan ke Kanem-Borno, Nigeria Utara,
termasuk di dalamnya adalah perdagangan budak. Pada saat itu, perdagangan budak
Afrika sangat terkenal, dan mengundang orang Barat untuk ikut ‘mencicipinya’.
Rute perdagangan ini dilanjutkan oleh anak laki-l;aki Uqba, yaitu Ubaidillah
ibn al-Habhab sampai ke Kerajaan Ghana karena adanya perdagangan emas, dan
berlanjut sampai dengan abad ke-11. di samping melakukan perdagangan, para
pedagang Muslim juga memperkenalkan misi utama ajaran Islam, yaitu
mengembangkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan. Dengan cara
demikian, akhirnya Islam dapat berbaur dengan masyarakat setempat.
d.
Aljazair
Aljazair diperintah oleh bangsa Romawi semenjak tahun 40 M, oleh Vandala
pada tahun 534 - 690 M, akhir abad ke-7
dikuasai umat islam. Pada tahun 1830 M Aljazair diduduki oleh Prancis, dan baru
tanggal 3 juli 1962 memperoleh kemerdekaan.
Selain itu, di Aljazair terdapat Kementrian Agama ( Wizarah As-Syu’un
Al-Diniyah ), yang tugas umumnya
mengembangkan studi Islam dan mengenal tradisi Islam serta ideology
islam. Salah satu kegiatannya adalah menyelenggarakan seminar tentang pemikiran
Islam yang pertama di Batman (1969), kedua di Aures (1978), dan ketiga Al-Jir
(1980).
e.
Tunisia
Islam masuk ke Tunisia pada tahun 670 M. semenjak itu Tunisia diperintah
oleh penguasa-penguasa islam. Kemudian pada tahun 1881 M. Muhammad Sadiq, raja
dari kerajaan Hunaisiyah, menyerah pada Prancis. Sejak itu, Tunisia menjadi
jajahan Perancis sampai dengan memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1965 M.
Tunisia mempunyai peranan besar dalam sejarah perkembangan Islam. Melalui
lembaga pendidikan Jam’iyah Zaitunah, yang kemudian berubah menjadi Institut
Ilmu-ilmu Islam, kader-kader ulama dididik dan dilatih agar kemudian menjadi
ulama besar. Lembaga pendidikan tersebut berada dalam pengarahan dan pengawasan
pemerintah Tunisia.
Tunisia aktif dalam Organisasi Konfrerensi Islam ( OKI ), dan ikut
menentukan pengambilan keputusan tentang kebijakan-kebijakan diplomasi Timur
Tengah, terutama yang menyangkut konflik di Timur Tengah, khususnya konflik
Palestina dan Israel.
f.
Mauritania
Sebagaimana diketahui, Islam dianut oleh 100% penduduk Mauritania sejak
abad ke-10. Dan lebih perkasa lagi, setelah Bani Hasaniyah menguasai Mauritania
pada abad ke-16. Baik suku bangsa Moor/Berber (putih dan hitam), Pulaar
(Fulani) Soninke, Tukolor atau Wolof adalah penganut Islam yang setia, sejak
berabad-abad lalu. Mereka menganut madzhab Sunni, sedangkan aliran sufi yang
dianut adalah sufi Qadiriyah.
Mauritania dikenal sangat kental sebagai Republik Islam. Islam diterapkan
dalam segala faktor kehidupan, baik sosial, politik, budaya maupun ekonomi.
Oleh karena itu, Islam di Mauritania tidak perlu diperjuangkan seperti
negara-negara Afrika hitam lainnya, namun perlu dikembangkan dengan benar,
sesuai al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Dalam Konstitusi yang telah diratifikasi
pada tanggal 20 Juli 19991 ditegaskan bahwa ‘Mauritania adalah Republik Islam
yang tak dapat diubah’. Selanjutnya dalam pasal 5 UUD tersebut dinyatakan bahwa
‘Islam adalah agama penduduk dan negara’. Dengan dua ayat tersebut menunjukkan
bahwa Mauritania bukan negara sekuler, dan terjemahan selanjutnya adalah bahwa
setiap penduduk Mauritania adalah Muslim, dan pegawai negeri di negara tersebut
secara resmi harus beragama Islam.
Namun, menyusul peristiwa pemboman WTC New York pada tanggal 11 September
2001, pemerintah Mauritania tidak ingin dijadikan sasaran kemaranah Barat,
karena semata Mauritania adalah negara Islam. Seluruh kegiatan keagamaan di
Mauritania di bawah pengawasan Kementerian Pengembangan dan Kebudayaan Islam.
Sehingga pemerintah akan mudah mengontrol, apakah kehidupan keberagamaan di Mauritania
masih tetap moderat atau sudah sampai pada tahap ekstrim. Karena perlu diingat,
bahwa memang Pemerintah Mauritania mempunyai kedekatan hubungan, baik dengan
Amerika Serikat maupun Israel.
Pemerintah Mauritania, yang memang sebagai Negara Islam, tentu tak mau
tercemar oleh kegiatan asing (baca: kegiatan ekstremis), semisal al-Qaedah,
yang bisa saja meracuni generasi muda. Saat ini, memang banyak generasi muda
Islam di belahan dunia manapun, sangat membenci terhadap ambivalensi politik
luar negeri Amerika Serikat, yang dianggap sangat memusuhi Islam, sehingga
mereka banyak terjebak pada tindakan terror sebagaimana dilakukan oleh
al-Qaedah. Oleh karena itu, Mauritania sebagai negara Islam, tak ingin dianggap
sebagai negara Islam yang suka dengan kekerasan dan memusuhi negara atau agama
lain. Bila ini terjadi, tentu akan membahayakan pemerintah Mauritania sendiri.
Pernyataan ini disampaikan oleh Perdana Menteri Mauritania, Sheikh Al Avia Ould
Mohamed Khounala pada tanggal 18 Mei 2003 yang lalu. Mauritania adalah negara
Islam tak terkenal di Afrika Utara, ternyata sangat membanggakan bagi
perkembangan Islam di dunia.
0 comments:
Post a Comment